Tuesday 27 November 2012

Detik-detik wafatnya Baginda Rosulullah SAW


Video detik-detik wafatnya Nabi Muhammad bisa dilihat disini

Begitu besar cinta rosul kita, Nabiyullah Muhammad SAW kepada Umatnya hingga sampai detik-detik terakhirnyapun beliau masih mengingat umatnya. beliau adalah sang Revolusioner sejati, sang Ayah yang baik, Sang Surri Tauladan bagi seluruh umat.
Semoga Kita tergolong ke dalam golongan Umat yang akan mendapatkan Syafaat Beliau, dan akan sama-sama masuk Ke dalam SyurgaNYA. Amin
Allohuma Sholi'ala syayidina Muhammad, Wa'ala Ali syayidina Muhammad...

Saturday 24 November 2012

Cara Mengajarkan Shalat Pada Anak


*diketik ulang oleh Dedy_eNHa dari Majalah al-Mawaddah, Edisi ke-12 Tahun Ke-2,Rajab 1430 H/ Juli 2009, Rubrik: Yaa Bunayya, Oleh : Ustadz Abdur Rohman al-Buthoni, halaman : 34-36*

Menurut syari’at Islam yang mulia, anak-anak tidak dikenai beban syari’at selagi dia belum baligh. Namun mereka harus dididik dan dilatih sejak masa anak-anak agar menjadi terbiasa melakukan syari’at ketika telah dewasa.Apabila syari’at memerintahkan para orang tua dan wali agar memerintah anak-anak mereka untuk menunaikan sholat, maka wajib bagi orang tua dan para murobbi untuk mengajarkan kepada mereka perihal thoharoh sesuai dengan thoharohnya Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, menjelaskan kepada mereka sifat wudhu Nabi shalallahu alaihi wassalam, syarat sah, rukun-rukunnya dan hal-hal yang membatalkannya.
Demikian pula harus mengajarkan tata cara sholat sesuai degan sholat Rasulullah shalallahu alaihi wassalam karena sabda beliau:
 “ Tunaikanlah sholat seperti kalian melihat aku sholat “.1
 Hendaknya anak diajari teori sekaligus praktiknya dengan diajak memperhatikan tata cara berwudhu dan sholat bapak ibunya atau mengajaknya melakukan sholat dan berdiri di samping orang tuanya untuk mengambil secara langsung tata cara sholat yang benar.
 Ini mengingatkan orang tua, para murobbi dan para guru TK dan SD agar mengajarkan do’a dan dzikir-dzikir dalam wudhu dan sholat sebelum yang lainnya. Hal ini perlu kita perhatikan sebab sebagian guru ada yang lebih mendahulukan do’a dan dzikir yang lain, seperti do’a berpakaian atau yang lainnya, daripada do’a dan dzikir dalam wudhu dan sholat.

 Sistem pengajaran seperti itu tentu salah bila ditinjau dari sisi ini, sebab syari’at belum memerintahkannya. Dan jikalau anak mengamalkannya pun tidak terlalu berarti bila dibandingkan dengan do’a dalam wudhu dan sholat yang dituntut untuk dihafal dan diamalkan setelah mencapai usia 7 tahun, sebagaimana anjuran Rasulullah shallahu alaihi wassalam. Bila bisa didapat kedua-duanya tentu lebih baik.
 
POKOK – POKOK PENGAJARAN SHOLAT
Pokok-pokok pengajaran yang harus diberikan kepada anak berkaitan dengan masalah sholat adalah sebagai berikut:
-  Ilmu tentang syarat sahnya sholat, rukun, wajib dan sunnah-sunnahnya.
-  Tata cara pelaksanaanya dari takbirotul ihrom hingga salam, meliputi gerakan-gerakannya, bacaan dan dzikir-dzikirnya, jumlah gerakan atau jumlah bacaan dan dzikir.
-  Sifat-sifat gerakan, seperti sifat tangan atau jari-jari tangan ketika takbirotul ihrom atau ketika posisi yang lainnya, apakah dengan menggenggam jari-jari atau dengan membuka dan rapat, ataukah membuka dengan merenggangkan jari-jari lurus ke atas atau melengkung ke bawah.
-  Sifat bacaannya, antara yang sir dan yang jahr, juga panjang pendeknya suatu gerakan dan bacaan, seperti gerakan tangan ketika takbirotul ihrom apakah perlahan-lahan hingga beberapa menit baru sampai ke bahu dan daun telinga ataukah bagaimana. Demikian juga dengan bacaan-bacaannya, misalnya apakah melafazhkan takbir dengan bacaan panjang seperti “ Allooooohuuuuu Akbaaaaar “ ataukah tidak.
-  Mengajarkan yang shohih dari Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan meninggalkan yang tidak shohih.
-  Mengajarkan nama-nama sholat dan waktu-waktunya serta bilangan roka’atnya.
-  Mengajarkan tata cara berpakaian yang wajar di dalam sholat.
-  Menanamkan akidah ( keyakinan ) bahwa orang yang sholat itu sedang menghadap Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka, apabila kita menghadap kepala desa atau orang kaya saja tidak boleh bermain-main, tentunya menghadap Alloh, Sang Penguasa langit dan bumi dan seluruh alam semesta, lebih sangat tidak layak untuk bermain-main.
-  Mengajarkan syarat syahnya sholat yang paling utama, yaitu thoharoh dan berwudhu, hal ini meliputi:
a.  Tata cara membersihkan najis tinja dan kencing sehingga benar-benar suci dan tidak membawa najis dalam sholat. Mengenalkan kepada mereka benda-benda yang najis agar mereka jauhi, terutama ketika sholat.
b. Mengajarkan tata cara berwudhu, dzikir sebelum dan sesudahnya, tata cara penggunaan air yang sesuai dengan sunnah Rasulullah shalallahu alaihi wassalam, tidak boleh boros sekalipun banyak air, urut-urutannya dan bilangan-bilangannya.
c.  Tata cara membasuh, apakah membasuh dengan menyiramkan air ataukah cukup dengan mengusap tanpa menyiramkan air. Juga menjelaskan tentang sifat membasuh dan mengusap.
d. Mengajarkan kepada mereka anggota-anggota wudhu dan hal-hal yang berkaitan dengannya, apakah yang penting anggota wudhu tersebut terkena air sehingga cukup dicelupkan ke dalam air ataukah harus diusap da diratakan dengan tangan.
e.  Mengajarkan kepada mereka batas-baras anggota wudhu, dari mana hingga ke mana.
f.  Mengajarkan kepada mereka tata cara adzan dan iqomat, lafazh-lafazhnya dan bagaimana menjawab jika mendengar adzan dan do’a sesudah adzan bagi yang mendengar. Juga tentang tata cara melafazhkannya, yaitu tidak boleh berlebihan dengan memanjangkan lafazh yang seharusnya pendek atau sebaliknya, atau lafazh yang panjang dilebihkan dari kadarnya sehingga terlalu panjang, atau dengan merusak lafazah, seperti “ Allohu Akbar “ menjadi “ Aulohuu Akbaruu “.
g. Mengajarkan kepada mereka tentang batas-batas aurat dalam sholat, sebab aurat itu ada 2: aurat yang berkaitan dengan pandangan mata dan aurat yang berkaitan dengan hak Alloh. Atau dengan istilah lain, berbeda antara aurat di luar sholat dengan aurat di dalam sholat. Contoh, anak kecil yang belum baligh tidak ada auratnya sehubungan dengan pandangan mata, meski begitu ia tidak boleh menunaikan sholat dalam keadaan telanjang. Nabi shalallahu alaihi wassalam bersabda:
“ Janganlah salah seorang diantara kalian melakukan sholat dengan mengenakan satu pakaian saja, yang ( dengan begitu ) kedua pundaknya tidak tertutup “.2
 Sabda Rasulullah shalallahu alaihi wassalam lainnya:
“ Alloh tidak menerima sholat wanita yang telah baligh kecuali dengan penutup kepala”.3
 PENTINGNYA KETELADANAN
Semua orang sepakat bahwa mengajar dengan praktik dan memberi contoh secara langsung jauh lebih berpengaruh positif pada pemahaman anak daripada hanya teori semata. Karena itulah hendaknya para murobbi tidak lalai dari manhaj ta’lim ( metode pengajaran ) ini sebab inilah yang dicontohkan Nabi shalallahu alaihi wassalam dan para sahabatnya.
 Suatu ketika, Ustman bin Affan radiyallahu anhu meminta air wudhu dan mengajak para sahabat untuk memperhatikan cara wudhu beliau dari awal hingga akhir lalu berkata, “ Seperti inilah aku melihat Nabi shalallahu alaihi wassalam berwudhu “.
 Dalam kisah yang lain, salah seorang sahabat pernah mempraktikkan sholat dari awal hingga akhir dihadapan para sahabat yang lain, seraya mengatakan, “ Kemarilah kalian! Akan aku perlihatkan kepada kalian sifat sholat Nabi shalallahu alaihi wassalam “.
 Rosulullah shalallahu alaihi wassalam terkadang juga melakukan sholat ( sebagai imam ) dengan berdiri dan ruku’ diatas mimbar untuk memperlihatkan sholatnya kepada para sahabat, beliau mengatakan, “ Aku melakukan ini agar kalian mengikutiku dan mengetahui sholatku”.
 
Contoh metode pengajaran seperti ini sangat sering diterapkan oleh Rasulullah shalallahu alaihi wassalam dan para sahabatnya. Demikian itu karena teori semata sulit untuk dipahami dan membutuhkan waktu yang lama bahkan mudah terlupakan, berbeda dengan apa yang dialami dan dilihat secara langsung. Ini berarti orang tua dan para pendidik tidak cukup hanya menyediakan buku-buku bacaan seputar wudhu dan sholat atau hanya memerintahkan anak untuk melakukan sholat, namun mereka juga dituntut untuk memberikan keteladanan berupa praktik amali di hadapan anak-anak mereka seperti yang dicontohkan Rosululloh shalallahu alaihi wassalam, sebaik-baik pendidik, dan para sahabat beliau.
 
MENGAJARKAN SHOLAT YANG BENAR
Para pendidik dan orang tua harus  mengajarkan sholat yang benar kepada anak-anak mereka. Sholat yang benar artinya sholat yang sesuai dengan sholat Rosululloh shalallahu alaihi wassalam, sebagaimana sabda beliau diatas. Oleh karena itu, sebelum melakukan pengajaran, para pendidik harus memiliki ilmu tentang sifat sholat Nabi shalallahu alaihi wassalam dan tidak cukup dengan mengikuti sholat kebanyakan orang zaman sekarang, sebab diantara mereka masih banyak yang melakukan bid’ah dalam sholat, baik dengan mengurangi atau menambahi sebagaian dari sholat mereka yang tidak ada contohnya dari Rosululloh shalallahu alaihi wassalam. Padahal sholat merupakan amal yang paling utama yang pelakunya sangat berharap agar sholatnya bisa diterima oleh Alloh, sementara Alloh tidak akan menerima sebuah amal kecuali yang ikhlas karena Alloh semata dan sesuai dengan sunnah ( petunjuk / contoh ) dari Rosululloh shalallahu alaihi wassalam.

 TIDAK MENDIAMKAN KESALAHAN
Sebagian orang beranggapan bahwa tidak mengapa membiarkan anak sholat dalam keadaan tidak benar, toh juga masih anak-anak, misalnya membiarkan anak sholat tanpa berwudhu atau berwudhu hanya dengan membasuh telapak tangan, wajah dan kaki saja dengan alasan bahwa anak masih kecil dan belum baligh. Anggapan ini jelas salah. Perlu diketahui bahwa meskipun hukum-hukum syari’at belum berlaku bagi anak, namun Allah Subhanahu Wata’ala memerintahkan dan memberi beban kepada para wali untuk memberlakukan hukum-hukum syari’at kepada anak-anak mereka. Anggapan yang salah ini jelas bertentangan dengan perintah Rosululloh shalallahu alaihi wassalam:
 “ Perintahkan anak-anak kalian untuk menunaikan sholat ketika mereka berusia 7 tahun dan pukullah mereka jika meninggalkannya ketika mereka telah berusia 10 tahun “.4
 Maksud dari perintah Rosululloh tersebut adalah agar para orang tua menyuruh anak-anaknya untuk thoharoh dan berwudhu dengan sempurna, berpakaian menutup aurat dan pundak, berdiri menghadap kiblat, di tempat yang tidak haram untuk sholat di dalamnya, melakukan tata cara sholat dari takbirotul ihrom hingga salam lengkap dengan rukun-rukunnya, fardhu dan sunnah-sunnahnya.
 Rosululloh pernah melakukan sholat malam, lalu Abdulloh bin Abbas datang mengikuti dan berdiri di sebelah kiri beliau. Maka beliau shalallahu alaihi wassalam memutarnya dari arah kiri lewat belakang kea rah kanan beliau5
 Pernah salah seorang Arab Badui datang ke masjid lalu melakukan sholat. Setelah selesai dari sholatnya, Rosululloh shalallahu alaihi wassalam mengatakan,
 “ Ulangi sholatmu, karena sesungguhnya engkau belum sholat “. Maka orang tersebut mengulangi sholatnya seperti sholatnya yang semula hingga 3 kali, sampai akhirnya orang itu berkata, “ Wahai Rosululloh, ajarilah aku sholat, sebab aku tidak bisa sholat kecuali dengan cara yang seperti ini ( yakni sholat dengan gerakan yang sangat cepat, tanpa thuma’ninah ). Maka Rosululloh shalallahu alaihi wassalam mengajarinya sholat seraya menyampaikan bahwa wajib baginya untuk thuma’ninah pada setiap gerakan sholat.
Rosululloh shalallahu alaihi wassalam menganggap sholat orang ini batal karena meninggalkan salah satu rukun sholat, yaitu thuma’ninah. Sholat yang dianggap batal oleh Nabi shalallahu alaihi wassalam yang dilakukan oleh orang ini banyak sekali dilakukan oleh anak-anak.6Sehingga kewajiban para orang tua dan para pendidik adalah membenarkan sholat mereka yang masih salah ini.

Catatan kaki:
  1. HR. Bukhari 6008 []
  2. HR. Bukhari 359 dan Muslim 516 []
  3. Shohih Abu Dawud 641 dan Tirmidzi 377 []
  4. Shohih Abu Dawud 495 []
  5. lihat Shohih Bukhori 117 dan Shohih Muslim 1824 []
  6. Sayangnya sholat seperti ini-yaitu cepat dan tidak thuma’ninah-juga banyak dilakukan oleh sebagian saudara kita kaum muslimin yang sudah dewasa sekalipun. Semoga Alloh  menunjuki mereka dan kita semua ke jalan sunnah []

JIHAD NABI DI BUMI PALESTINA

Oleh :Dedy_eNHa

Palestina adalah bumi yang diberkahi, Allah telah menjadikanya sebagai tempat turunnya risalah-risalah (kenabian), tempat berhimpunnya kebudayaan, tempat hijrah para NabiNya. Di Palestina terdapat kiblat pertama dan tempat di isra’kannya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, di dalamnya pula Dajjal akan binasa melalui tangan Isa Al-Masih ‘Alaihis Salam, dan di Palestina juga Ya’juj dan Ma’juj dibinasakan. Serta di dalamnya pula, bebatuan dan pepohonan akan berkata, “Wahai muslim! Wahai hamba Allah ! Ini ada Yahudi di belakangku, kemarilah dan bunuhlah dia!”, maka Yahudi-pun akan binasa melalui tangan hamba-hamba Allah yang shalih di bumi Palestina.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengimami seluruh Nabi di Masjid Al-Aqsa, agar Imamah (kepemimpinan) dan siyadah (kekuasaan) untuk Islam pada Masjidil Aqsha tetap langgeng bagi seluruh makhluk. Selama peprputaran sejarah, kerajaan-kerajaan dan negeri-negeri saling bermusuhan untuk memperebutkannya, mereka saling membinasakan dan mengalahkan dalam rangka menguasainya dan mendudukinya. Dikarenakan Palestina adalah bumi Allah terpilih yang Allah memilihnya sebagai tempat hijrah bagi Kalil (kesayangan)-Nya Ibrahim ‘Alaihis Salam dan KalimNya (Kalim= Orang yang diajak bercakap) yaitu Musa ‘Alaihis Salam, sebagai tempat kelahran Isa ‘Alaihis Salam dan tempat isra’nya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Di saat kemunculan Islam, Palestina saat itu dibawah kekuasaan imperium Romawi yang salibis paganis. Maka merupakan keharusan mensucikan Palestina dari najis-najis mereka. Nabi telah menulis surat kepada Raja Romawi dan mengutus kepadanya beberapa utusan.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengerahkan pasukan dalam jumlah besar, dan Palestina ketika itu termasuk salah satu bagian negeri Syam. Belum terjadi saat itu adanya perbatasan wilayah/area yang dibuat oleh perjanjian ‘Saikus Baiku’.
Diantara pasukan-pasukan yang dikirim Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ke negeri Syam dan Palestina adalah :
Pertama
Pengiriman pasukan ke Mu’tah yang terjadi pada bulan Jumadil Akhir di tahun kedelapan Hijriah, tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus para pembesarnya ke Mu’tah (suatu tempat di Yordan sekarang yang dekat dengan kota Kurk) suatu desa di negeri Syam, dalam rangka menuntut balas atas pembunuhan kaum muslimin di sana. Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kempemimpinan kepada maula beliau, Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘anhu, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Jika Zaid terbunuh maka Ja’far bin Abi Thalib sebagai penggantinya, jika Ja’far terbunuh, maka Abdullah bin Rawahah sebagai penggantinya”
Merekapun keluar dengan jumlah hampir 3000 pasukan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga turut keluar mengantarkan mereka disebagian jalan, kemudian mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di ‘Mi’aan (sebuah kota di selatan Yordan, sejauh 200km dari Amman) lalu sampailah kabar kepada mereka bahwa Raja Romawi Heraklius telah keluar bersama seratus ribu pasukan, disertai sekutunya Malik bin Zafilah dengan seratus ribu pasukan lainnya, dari kaum Nashrani Arab, dari suku Lahmin, Judzam dan kabilah Qudlo’ah dari suku Bahra’, Balla dan Balqoin.
Lantas kaum muslimin bermusyawarah di sana, mereka berkata : “Kita tulis surat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam apakah beliau memerintahkan kita dengan perintahnya untuk berperang ataukah beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimkan bantuan kepada kita”.
Maka berkata Abdullah bin Rawahah Radhiyallahu ‘anhu : “Wahai kaum ! Demi Allah, sesungguhnya apa yang kalian cari ada didepan kalian, yaitu mati syahid, dan kalian tidaklah memerangi manusia karena kuantitas maupun kekuatan ! Akan tetapiu kita memerangi mereka hanyalah semata-mata karena agama ini, yang Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengannya… maka berangkatlah!!! Karena ada dua kebaikan menunggu kita di sana : yaitu kemenangan atau mati syahid”.
Para sahabatpun menyepakatinya, kemudian mereka bangkit. Ketika kaum muslimin berada diperbatasan Balqo’, mereka bertemu dengan pasukan Romawi dalam jumlah yang besar, maka kaum muslimin berhenti di dekat Mu’tah, dan pasukan Romawi berada di desa bernama Masyarif, akhirnya mereka bertemu dan berkecamuklah peperangan yang dahsyat.
Dan terbunuhlah Amirul Muslimin Zaid bin Haritsah Radhiyallahu ‘anhu dalam peprangan itu, dan saat itu bendera berada di tangannya, lantas Ja’far bin Abi Thalib Radhiyallahu ‘anhu mengambil bendera tersebut, dan ia turun dari kuda perangnya yang berambut pirang dan menyembelihnya, kemudian ia maju berperang hingga tangan kanannya terputus, lalu diraihnya bendera itu dengan tangan kirinya hingga tangan kirinya terputus pula. Akhirnya ia dekap bendera tersebut dengan dadanya hingga akhirnya ia Radhiyallahu ‘anhu gugur dalam usia 33 tahun menurut pendapat yang benar.
Lalu, bendera diambil oleh Abdullah bin Rawahah Al-Anshari Radhiyallahu ‘anhu, sejenak termenung dan sejurus kemudian ia memantapkan diri dan maju berpeang hingga akhirnya turut terbunuh.
Ada pendapat mengatakan. Sesungguhnya Tsabit bin Arqom yang memegang bendera selanjutnya, dan kaum muslimin menghendakinya memimpin mereka, amun ia enggan, maka Khalid bin Walid Radhiyallahu ‘anhu yang mengambil bendera, ia mengumpulkan kaum muslimin, kemudian ia membuat tipu daya hingga akhirnya beliau membebaskan kaum muslimin dari musuh mereka, dan Allah membukakan kemenangan melalui kedua tangannya, sebagaimana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitakan hal ini kepada para sahabatnya di Madinah pada hari itu, di saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri di atas mimbar, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut satu persatu gugurnya para sahabat yang memimpin pasukan kaum muslimin kepada mereka, dan kedua air mata beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bercucuran. Akhirnya malam hari tiba dan orang-orang kafir berhenti berperang. Hadits ini terdapat dalam ‘Ash-Shahih’.
Melihat banyaknya jumlah musuh dan sedikitnya jumlah kaum muslimin dibandingkan mereka, namun tidak banyak korban dari kaum muslimin yang terbunuh menurut penuturan ahli sejarah. Mereka tidak menyebutkan nama-nama korban kaum muslimin melainkan hanya sekitar sepuluh orang saja.
Kaum musiminpun akhirnya kembali ke kota Madinah, dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjaga mereka dari kejahatan kaum kafir. Segala pujian dan sanjungan bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala hanya saja peperangan ini mendasari peperangan melawan Romawi berikutnya dan mempertakuti musuh-musuh Allah Subhanahu wa Ta’ala dan RasulNya.
Kedua : Pengiriman Usamah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu
Pengiriman ini merupakan penyempurna pengriman ayahnya, Zaid bin Haritsah sebelumnya, sekaigus membalas pasukan Romawi yang telah membunuh ayahnya di Mu’tah. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan pengiriman Usamah beserta pasukannya di saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit yang menyebabkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalk dunia. Dan pasukan Usamah saat itu berkumpul di Jarfi di saat wafatnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Termasuk petunjuk Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memulai memerangi seseorang sebelum dakwah sampai kepadanya dan mengajaknya kepada agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam benar-benar mengikuti manhaj ini sebagai pengejawantahan berpegang kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau prakltekan manhaj ini terhadap seluruh kaum yang beliau perangi, baik dari kabilah Arab ataupun raj-raja dan pembesar di zaman beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mengirim utusan serta surat-surat mengajak mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengecualikan seorangpun dari mereka. 
Diantaranya adalah :
Surat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada Raja Romawi Heraklius. Dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu : Bahwasanya Abu Sufyan mengabarkan : “Aku pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam barang sesaat dan hanya ada aku dan beliau”, lantas Abu Sufyan berkata : “Tatkala aku di Syam, datang sebuah surat dari Rasulullah kepada Heraklius, yaitu pemimpin tertinggi Romawi”. Beliau melanjutkan, “Komandan pasukan yang bernama Kalbi datang dengan surat tersebut, kemudian dia serahkan kepada Raja Bashra dan Raja Bashra menyerahkannya keada Heraklius, yang isinya :
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dari Muhammad utusan Allah kepada Raja Romawi Heraklius…
Keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk…
Setelah itu :
Sesungguhnya aku menyerumu dengan seruan Islam, masuklah ke dalam agama Islam maka engkau akan selamat, dan niscaya Allah akan membalasmu dengan ganjaran dua kali lipat. Jika engkau berpaling, maka sesungguhnya bagimu dosa seluruh pengikutmu ….
“Artinya : Katakannah : Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka : “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” [Ali-Imran : 64]
[Disalin dari majalah Adz-Dzkhiirah Al-Islamiyah Edisi 13 Th. III Shafar 1426H/ April 2005M, hal. 18 - 20. Penerbit Ma’had Ali Al-Irsyad Surabaya]
sumber: almanhaj.or.id

Palestina, Tanah Kaum Muslimin

Oleh : Dedy_eNHa

PALESTINA NEGERI PILIHAN
Inilah tanah pilihan, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menetapkan keberkahan tanah Palestina, tanah yang juga termasuk bagian dari Syam. Keberkahannya ini dapat dirunut, misalnya Syam menjadi tempat hijrah Nabi Ibrahim Alaihissalam, tempat singgah Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjalankan Isra dan Mi’raj, tempat dakwah para Nabi. Dakwah yang membawa misi agama tauhid. Dan juga lantaran keberadaan Masjidil Aqsha di tanah Palestina yang penuh berkah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَى بِعَبْدِهِ لَيْلاً مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ
“Maha suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya, agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian tanda-tanda kebesaran Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” [Al-Israa : 1]
Selain memuliakan tanah Palestina, Allah juga memilih Mekkah dan Madinah. Begitulah Allah telah mengistimewakan wilayah Syam, dan Masjidil Aqsha. Dan Allah memilih Nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan menjadikannya sebagai khatamul anbiya wal mursalin (Penutup Para Nabi dan Rasul). [1]
BILAMANA KEBERADAAN BANI ISRAIL DI BUMI PALESTINA?
Masa Nabi Ya’qub Dan Nabi Yusuf ‘Alaihimassalam
Sejarah Yahudi bermula sejak Israil, yaitu Ya’qub bin Ishaq bin Ibrahim Al-Khalil, yang tumbuh di daerah Kan’an (Palestina) dengan dikarunia sejumlah 12 anak. Mereka itulah yang disebut asbath (suku) Bani Israil, dan hidup secara badawah (pedesaan) [2].
Ketika Allah Subhanahu wa Ta’ala menempatkan Yusuf sebagai pejabat penting di Mesir, kemudian meminta kedua orang tua dan saudara-saudaranya untuk berpindah ke Mesir. Di Mesir, keluarga ini hidup di tengah masyarakat watsaniyyun (paganisme). Mereka hidup dengan kehidupan yang baik lagi nikmat di masa Yusuf [3]
Setelah Nabi Yusuf wafat, seiring dengan perjalanan waktu dan pergantian penguasa, kondisi Bani Israil berubah total. Yang sebelumnya menyandang kehormatan dan kemuliaan, kemudian menjadi terhina, lantaran Fir’aun melakukan penindasan dan memperbudak mereka dalam jangka waktu yang amat lama, sampai Allah mengutus Nabi Musa Alaihissalam, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَإِذْ نَجَّيْنَاكُم مِّنْ آلِ فِرْعَوْنَ يَسُومُونَكُمْ سُوَءَ الْعَذَابِ يُذَبِّحُونَ أَبْنَاءكُمْ وَيَسْتَحْيُونَ نِسَاءكُمْ وَفِي ذَلِكُم بَلاءٌ مِّن رَّبِّكُمْ عَظِيمٌ
“Dan (ingatlah) ketika Kami selamatkan kamu dari (Fir’aun) dan pengikut-pengikutnya, mereka menimpakan kepadamu siksaan yang seberat-beratnya, mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan. Dan pada yang demikian terdapat cobaan-cobaan yang besar dari Rabb-mu” [Al-Baqarah : 49]
إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلَا فِي الْأَرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعاً يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِّنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءهُمْ
“Sesungguhnya Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah-belah, dengan menindas segolongan dari mereka, menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak-anak perempuan mereka …” [Al-Qashash : 4]
Masa Nabi Musa Alaihissalam
Allah mengutus Nabi Musa dan Harun kepada Fir’aun dan kaumnya, dengan dibekali mukjizat, untuk menyeru mereka agar beriman kepada Allah dan membebaskan Bani Israil dari siksaan. Namun Fir’aun dan kaumnya mendustakan mereka berdua, kufur kepada Allah. Karenanya, Allah menimpakan kepada mereka berbagai bencana, kekeringan, rusaknya pertanian, mengirim angin kencang, belalang dan lain-lain. [4]. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan Musa untuk lari bersama Bani Israil pada suatu malam dari negeri Mesir [5]. Fir’aun dan kaumnya pun mengejar. Tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala menenggelamkan Fir’aun beserta kaumnya, dan menyelematkan Musa dan kaumnya ke Negeri Saina, masuk dalam wilayah Palestina sekarang. Peristiwa itu terjadi pada hari Asyura. [6]
Orang-orang Yahudi menyebutkan, lama Bani Israil tinggal di Mesir 430 tahun. Jumlah mereka waktu itu sekitar 600 ribu orang lelaki.
Mengenai besaran jumlah ini. Dr Su’ud bin Abdul Aziz Al-Khalaf berkata : [7]
“Pengakuan ini sangat berlebihan. Karena berarti, bila ditambah dengan jumlah anak-anak dan kaum wanita, maka akan mencapai kisaran 2 juta-an jiwa. Tidak mungkin dapat dipercaya. Itu berarti jumlah mereka mengalami pertumbuhan 30 ribu kali. Sebab sewaktu Bani Israil masuk ke Mesir, berjumlah 70 jiwa. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam surat Asy-Syu’ara : 54.
إِنَّ هَؤُلَاء لَشِرْذِمَةٌ قَلِيلُونَ
“(Fir’aun berkata) ; ‘Sesungguhnya mereka (Bani Israil) benar-benar golongan yang kecil”
Jumlah 2 juta tidak bisa dikatakan kecil. Mustahil dalam satu malam terjadi eksodus dua juta jiwa. Kita tahu di dalamnya terdapat anak-anak dan kaum wanita serta orang-orang tua.
Orang-orang yang bersama Nabi Musa, mereka adalah orang-orang dari Bani Israil yang mengalami penindasan dan kehinaan serta menuhankan manusia dalam jangka waktu yang lama. Aqidah mereka telah rusak, jiwanya membusuk, mentalnya melemah, dan muncul pada mereka tanda-tanda pengingkaran, kemalasan, pesimis, serta bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya. [8]
Meski Allah telah menunjukkan banyak mukjizat dan tanda-tanda kekuasaan-Nya melalui Nabi Musa, tetapi mereka tetap ingkar, sombong dan tetap kufur. Mereka justru meminta untuk dibuatkan berhala sebagai tuhan yang disembah. Hingga akhirnya, As-Samiri berhasil menghasut mereka untuk menyembah anak sapi, menolak memerangi kaum yang bengis (Jababirah). Maka, Allah menimpakan hukuman kepada mereka berupa tiih (berjalan berputar-putar tanpa arah karena kebingungan) dalam jangka waktu yang dikehendaki Allah. Pada rentang waktu ini, Musa wafat. Sementara Harun sudah meninggal terlebih dahulu.
Setelah usai ketetapan waktu yang Allah kehendaki untuk menghukum mereka dengan kebingungan tanpa mengetahui arah, Bani Israil berhasil menaklukan bumi yang suci di bawah pimpinan Nabi Yusya bin Nun Alaihissalam. [9]
Para ahli, membagi perjalanan sejarah kota suci Palestina pasca penaklukan tersebut menjadi tiga periode.
Pertama : Masa Qudhah, Yaitu masa penunjukkan hakim bagi setiap suku yang berjumlah dua belas, setelah masing-masing mendapatkan wilayah sesuai pembagian Nabi Yusya bin Nun. Masa ini, kurang lebih berlangsung selama 400 tahun lamanya. [10]
Kedua : Dikenal dengan masa raja-raja. Diawali oleh Raja Thalut. Kondisi masyarakat mengalami masa keemasan saat dipegang oleh Nabi Daud dan Nabi Sulaiman.
Ketiga : Periode yang disebut sebagai masa perpecahan internal, yaitu setelah Nabi Sulaiman wafat. Mereka terbelah menjadi dua kutub. Bagian selatan dengan ibukota Baitul Maqdis dan wilayah utara dengan ibukota Nablus.
Dua wilayah ini, akhirnya dikuasai bangsa asing. Wilayah selatan ditaklukan oleh bangsa Assiria dari Irak. Wilayah utara diserbu Mesir. Disusul kedatangan Nebukadnezar, yang mampu mengusir bangsa Mesir dari sana. Pergantian kekuasaan ini, akhirnya dipegang bangsa Romawi yang berhasil mengalahkan bangsa Yunani, penguasa sebelumnya.
Pada masa kekuasaan Romawi inilah, Isa Al-Masih diutus oleh Allah. Pada masa itu pula, musibah dahsyat dialami kaum Yahudi. Bangsa Romawi melakukan genocide (pemusnahan) secara keras etnis mereka, lantaran orang-orang Yahudi melakukan pemberontakan. Baitul Maqdis pun dihancurkan. Bangsa Yahudi tercerai-berai. Sebagian melarikan diri ke seluruh penjuru wilayah bumi. Demikianlah hukuman Allah dengan mendatangkan bangsa yang menindas mereka. Siksaan dan kepedihan ditimpakan kepada mereka, atas kerusakan, tindak aniaya dan akibat akhlak mereka yang buruk. [11]
Bangsa Romawi menguasai tanah Baitul Maqdis hingga beberapa lama, hingga kemudian pada abad pertama hijriyah, pada masa khalifah Umar Ibnu Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, kaum Muslimin berhasil mengambil alih penguasaan tanah penuh berkah ini dari tangan bangsa Romawi yang memeluk agama Nashrani, meliputi Palestina, Syam dan daerah yang ada di dalamnya. Tepatnya pada pemerintahan Khalifah Umar Ibnul Khaththab Radhiyallahu ‘anhu, pada bulan Rajab tahun 16H, sehingga menjadi Darul Islam. Penyerahan Baitul Maqdis ini terjadi, setelah pasukan Romawi disana dikepung oleh pasukan kaum Muslimin selama empat puluh hari di bawah komando Abu Ubaidah Ibnul Jarrah Radhiyallahu ‘anhu. Kemudian Khalifah Umar Ibnul Khaththab menetapkan orang-orang Yahudi tidak boleh tinggal di Baitul Maqdis.
KLAIM PALSU YAHUDI ATAS TANAH PALESTINA
Merasa nenek moyangnya pernah berdiam disana, menyebabkan kaum Yahudi membuat klaim jika mereka memiliki hak atas tanah Palestina. Alasan yang dikemukakan, karena mereka telah mendiaminya sejak Nabi Ibrahim dan berakhir ketika orang-orang Yahudi generasi akhir diusir dari Baitul Maqdis pada masa Romawi.
Mereka pun mengklaim hak kepemilikan tersebut juga berdasarkan tinjauan agama. Yaitu mengacu kepada kitab suci mereka, bahwa Allah telah menjanjikan kepemilikan tanah Kan’an (Palestina) dan wilayah sekitarnya, dari sungai Nil di Mesir sampai sungai Eufrat di Irak. Janji tersebut disampaikan Allah kepada Ibrahim. Begitulah bangsa Yahudi yang hidup pada masa sekarang mengklaim sebagai keturunan Ibrahim, bangsa terpilih. Sehingga merasa paling berhak dengan Palestina dan sekitarnya, yang disebut-sebut sebagai ardhul mi’ad (tanah yang dijanjikan).
Karenanya, muncul upaya untuk menghimpun kaum Yahudi yang tersebar di berbagai wilayah, bertujuan mendirikan sebuah negara Israil Raya, Napoleon Bonaparte, seorang raja Perancis telah memfasilitasi tujuan tersebut. Caranya, pada tahun 1799M, dia mengajak Yahudi dari Asia dan Afrika untuk bergabung dengan pasukannya. Namun akibat kekalahan dideritanya, menyebabkan rencana tersebut tidak terwujud.
Wacana ini kembali muncul, dengan terbitnya buku Negara Yahudi, yang ditulis pemimpin mereka, Theodare Heartzel pada tahun 1896M. Orang-orang Yahudi melakukan kajian secara jeli tentang kondisi negara-negara penjajah. Hingga sampai pada kesimpulan, bahwa Inggris merupakan negara yang paling tepat untuk membantu merealisasikan rencana tersebut.
Ringkasnya, setelah melalui lobi-lobi, maka pada tahun 1917M, Inggris yang menjajah kebanyakan negara Arab, memberikan tanah hunian bagi Yahudi di Palestina. Penguasa Inggris melindungi mereka dari kemarahan kaum Muslimin. Di sisi lain, penjajah Inggris bersikap sangat keras terhadap kaum Muslimin di sana.
KEPALSUAN PENGAKUAN YAHUDI
Sebelum Bani Israil masuk ke wilayah tersebut, tanah Palestina telah didiami dan dikuasai suku-suku Arab. Kabilah Finiqiyyin, menempati wilayah utara kurang lebih pada tahun 3000SM. Kabilah Kan’aniyyun, menempati bagian selatan dari tempat yang dihuni orang-orang Finiqiyyin. Mereka menempati wilayah tengah pada tahun 2500SM. Inilah suku-suku bangsa Arab yang berhijrah dari Jazirah Arabiyah. Kemudian datang kelompok lain, kurang lebih pada tahu 1200SM, yang kemudian dikenal dengan Kabilah Falestin. Menempati wilayah antara Ghaza dan Yafa. Hingga akhirnya nama ini menjadi sebutan bagi seluruh wilayah tersebut. dan ketiga suku ini terus mendiaminya.
Secara historis, telah jelas Bani Israil bukanlah bangsa yang pertama menempati Palestina. Daerah itu, sudah dihuni oleh suku-suku Arab sejak beribu-ribu tahun lamanya, sebelum kedatangan Bani Israil. Bahkan keberadaan suku Arab tersebut terus berlangsung sampai sekarang.
Adapun Bani Israil, pertama kalia masuk Palestina, yaitu saat bersama Yusya bin Nun, setelah wafatnya Nabi Musa Alaihissalam. Sebelumnya mereka dalam kebingungan, terusir, tak memiliki tempat tinggal, karena melakukan pembangkangan terhadap perintah Allah
Dikisahkan dalam Al-Qur’an.
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ اذْكُرُواْ نِعْمَةَ اللّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ جَعَلَ فِيكُمْ أَنبِيَاء وَجَعَلَكُم مُّلُوكاً وَآتَاكُم مَّا لَمْ يُؤْتِ أَحَداً مِّن الْعَالَمِينَ # يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأَرْضَ المُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya :”Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atasmu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikan-Nya kamu orang-orang merdeka, dan diberikan-Nya kepadamu apa yang belum pernah diberikan-Nya kepada seorangpun diantara umat-umat yang lain. Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi” [Al-Maidah : 20-21]
Akan tetapi, mereka adalah bangsa pengecut yang dihinggapi rasa takut Sikap pengecut ini terlihat jelas dari jawaban mereka terhadap ajakan Nabi Musa.
Kelanjutan ayat di atas menyebutkan.
قَالُوا يَا مُوسَى إِنَّ فِيهَا قَوْماً جَبَّارِينَ وَإِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا حَتَّىَ يَخْرُجُواْ مِنْهَا فَإِن يَخْرُجُواْ مِنْهَا فَإِنَّا دَاخِلُونَ
“Mereka berkata :”Hai Musa, sesungguhnya dalam negeri itu ada orang-orang yang gagah perkasa, sesungguhnya kami sekali-kali tidak akan memasukinya sebelum mereka ke luar daripadanya. Jika mereka keluar daripadanya, pasti kami akan memasukinya”.
قَالَ رَجُلاَنِ مِنَ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِمَا ادْخُلُواْ عَلَيْهِمُ الْبَابَ فَإِذَا دَخَلْتُمُوهُ فَإِنَّكُمْ غَالِبُونَ وَعَلَى اللّهِ فَتَوَكَّلُواْ إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ
“Berkatalah dua orang diantara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya : “Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya, nisacaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman”.
قَالُواْ يَا مُوسَى إِنَّا لَن نَّدْخُلَهَا أَبَداً مَّا دَامُواْ فِيهَا فَاذْهَبْ أَنتَ وَرَبُّكَ فَقَاتِلا إِنَّا هَاهُنَا قَاعِدُونَ
“Mereka berkata : “Hai Musa, kami sekali-kali tidak akan memasukinyua selama-lamanya, selagi mereka ada di dalamnya, karena itu pergilah kamu bersama Rabb-mu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti di sini saja”.
قَالَ رَبِّ إِنِّي لا أَمْلِكُ إِلاَّ نَفْسِي وَأَخِي فَافْرُقْ بَيْنَنَا وَبَيْنَ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Berkata Musa : “Ya Rabb-ku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu, pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu”.
قَالَ فَإِنَّهَا مُحَرَّمَةٌ عَلَيْهِمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً يَتِيهُونَ فِي الأَرْضِ فَلاَ تَأْسَ عَلَى الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ
“Allah berfirman : “(Jika demikian), maka sesungguhnya negeri itu diharamkan atas mereka selama empat puluh tahun, (selama itu) mereka akan berputar-putar kebingungan di bumi. Maka janganlah kamu bersedih hati (memikirkan nasib) orang-orang yang fasik itu” [Al-Maidah : 22-26]
Dengan terusirnya dari tanah yang diberkahi ini, bagaimana mungkin mereka mengaku memiliki hak atas tanah ini? Sementara itu, pengembaraan ke berbagai penjuru bumi, karena terusir di mana-mana menimbulkan konsekwensi bagi mereka berinteraksi, dan beranak-pinak dengan bangsa lainnya. Sehingga terpuituslah nasab mereka dengan nenek moyangnya.
Jelaslah, generasi Yahudi pada masa sekarang ini bukan keturunan Bani Israil sebagaimana yang mereka katakan. Meski demikian, mereka berupaya keras menyebarluaskan klaim palsu ini, bahwa mereka keturunan orang-orang Bani Israil generasi pertama yang menghuni Palestina dahulu. Tujuan propaganda ini, agar kaum Nashara menilai mereka sebagai keturunan Nabi Ya’qub. Sehingga muncul opini, bahwa merekalah yang dimaksud oleh janji sebagaimana tersebut dalam Pejanjian Lama. Dengan ini mereka berharap Nashara merasa memiliki ikatan emosional, dan kemudian membela mereka. Sebab Nashara mengagungkan Taurat (Perjanjian Lama) dan menganggapnya sebagai wahyu dari Allah.
Akan tetapi, fakta menujukkan, jika klaim mereka adalah dusta. Mereka mengaku akar keturunannya masih murni, bersambung sampai ke Israil (Ya’qub). Padahal, mereka sendiri telah mengakui, banyak di antara orang-orang Yahudi yang menikahi wanita Yahudi. Demikian juga, kaum wanitanya pun menikah dengan lelaki non Yahudi.
Sebagai contoh bukti lainnya, sebuah suku yang besar di Rusia , Khazar telah memeluk Yahudi pada abad ke-8 Masehi. Kerajaan ini begitu kuatnya. Kemudian mengalami kehancuran total setelah diserang Rusia. Sejak abad ke -13 Masehi, wilayah ini terhapus dari peta Eropa. Penduduknya bercerai berai di Eropa Barat dan Timur. Ini merupakan salah satu indikasi yang jelas, bahwa mereka tidak mempunyai ikatan dengan Ya’qub dan keturunannya.
Kalaupun mereka tetap bersikeras mengaku sebagai keturunan Ya’qub, akan tetapi sebagai kaum Muslimin, kita tidak merubah sikap, selama mereka memusuhi kaum Muslimin. Sebab, nasab tidak ada artinya, bila masih berkutat dalam kekufuran. [12]
YAHUDI BUKAN KETURUNAN IBRAHIM
Pengakuan mereka sebagai keturunan Ibrahim Alaihissalam, merupakan klaim yang batil, ditinjau dari beberapa aspek berikut.
[1]. Batilnya klaim mereka sebagai keturunan Bani Israil, secara jelas Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Qur’an. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
أَمْ تَقُولُونَ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالأسْبَاطَ كَانُواْ هُوداً أَوْ نَصَارَى قُلْ أَأَنتُمْ أَعْلَمُ أَمِ اللّهُ وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن كَتَمَ شَهَادَةً عِندَهُ مِنَ اللّهِ وَمَا اللّهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُونَ
“Ataukah kamu (hai orang-orang Yahudi dan Nashrani) mengatakan bahwa Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub dan anak cucunya, adalah penganut agama Yahudi atau Nashrani. Katakanlah : “Apakah kamu yang lebih mengetahui ataukah Allah, dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang menyembunyikan syahadah dari Allah yang ada padanya”, Dan Allah sekali-kali tiada lengah dari apa yang kamu kerjakan” [Al-Baqarah : 140]
[2]. Kitab suci mereka tidak lagi orsinil dan sudah terjadi perubahan. Mereka telah melakukan perbuatan tercela terhadap kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi Bani Israil, dengan melakukan tahrif (mengubah), memalsukan dan memanipulasi. Al-Qur’an telah mengabadikan perbuatan mereka tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
فَبِمَا نَقْضِهِم مِّيثَاقَهُمْ لَعنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَن مَّوَاضِعِهِ
“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya. Kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membantu. Mereka suka merobah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya …..”[Al-Maidah : 13]
[3]. Klaim kepemilikan tanah yang penuh berkah ini oleh Yahudi, berkaitan dengan janji Allah kepada Ibrahim, hakikatnya janji tersebut telah diwujudkan yaitu saat pertama kali Ibrahim Alaihissalam menginjakkan kaki di wilayah suku Kan’an.
Sekilas, mengacu kepada kitab mereka yang kini disebut Kitab Perjanjian Lama, kita akan mengetahui, jika janji Allah tersebut menjadi hak Isma’il, nenek moyang bangsa Arab dan kaum Muslimin. Pada waktu itu Nabi Ibrahim Alaihissalam belum dikaruniai anak (Kejadian : 12/7). Kemudian janji ini terulang kembali saat beliau kembali ke Mesir (Kejadian : 13/15). Janji ini pun terulang kembali bagi Ibrahim, tetapi beliau belum dikaruniai anak (15/18). Berikutnya, janji itu pun terulang lagi, saat Ibrahim dikaruniai anaknya, yaitu Ismail (Kejadian : 17/8). Sedangkan putra kedua Ibrahim Alaihissalam, yaitu Ishaq, pada saat janji itu ditetapkan ia belum dilahirkan.
[4]. Kalaupun mereka menyanggah, bahwa janji Allah tentang kepemilikan tanah Palestina merupakan warisan dan hunian abadi bagi mereka, yang menurut mereka didukung oleh Al-Qur’an –surat Al-Maidah : 21
يَا قَوْمِ ادْخُلُوا الأَرْضَ المُقَدَّسَةَ الَّتِي كَتَبَ اللّهُ لَكُمْ وَلاَ تَرْتَدُّوا عَلَى أَدْبَارِكُمْ فَتَنقَلِبُوا خَاسِرِينَ
“Hai kaumku, masuklah ke tanah suci yang telah ditentukan Allah bagimu, dan janganlah kamu lari ke belakang (karena kamu takut kepada musuh), maka kamu menjadi orang-orang yang merugi”.
Maka jawabnya adalah: Ungkapan janji yang ada dalam ayat tersebut tidak berbentuk abadi, tetapi khusus bagi zaman yang mereka dijanjikan mendapatkannya, sebagai balasan atas sambutan mereka kepada perintah-perintah Allah dan kesabaran mereka. Sedangkan orang-orang Yahudi pada masa ini, mereka bukan Bani Israil –sebagaimana sudah dipaparkan-. Dan ayat ini tidak menyangkut yang bukan Bani Israil, meski kaum Yahudi pada saat ini mayoritas. Sungguh, kebenaran dalam masalah ini yang menjadi pegangan jumhur ulama tafsir
Balasan keimanan dan keistimewaan yang mereka raih atas umat zaman mereka ini merupakan ketetapan Allah bagi hamba-hambaNya. Allah berfirman.
وَلَقَدْ كَتَبْنَا فِي الزَّبُورِ مِن بَعْدِ الذِّكْرِ أَنَّ الْأَرْضَ يَرِثُهَا عِبَادِيَ الصَّالِحُونَ
“Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur sesudah (Kami tulis dalam) Lauh Mahfuzh, bahwasanya bumi ini dipusakai oleh hamba-hambaKu yang shalih”. [Al-Anbiya : 105]
Begitu juga setelah mereka menyimpang dari agama Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka Bani Israil tidak lagi memiliki hak dengan janji tersebut. Justru balasan bagi mereka, sebagaimana terkandung dalam ayat, yaitu mereka mendapat laknat, kemurkaan dan hukuman dari Allah. Mereka tercerai berai di bumi, dikuasai oleh orang-orang yang menimpakan siksaan kepada mereka sampai hari Kiamat, dirundung kehinaan dimanapun mereka berada. Ini semua sebagai hukuman atas kekufuran mereka terhadap ayat-ayat Allah.
Sebuah fakta yang ironis. Ketika Allah memerintahkan Bani Israil untuk memasuki tanah yang dijanjikan, ternyata mereka enggan dan membangkang. Maka Allah menghalangi mereka darinya. Tatkala mereka menyambut perintah, maka Allah memberikannya kepada mereka.
Oleh karena itu, Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “Yang Allah janjikan kepada kalian melalui lisan ayah kalian, Israil ia mewariskannya kepada orang yang beriman dari kalian” [13]
Berdasarkan ini, tanah tersebut milik mereka ketika mereka beriman. Tetapi, karena mereka kufur kepada Allah dan para Nabi-Nya, dan Allah telah menetapkan murka dan laknatNya kepada mereka, maka mereka sama sekali tidak mempunyai hak atas tanah suci itu.
[5]. Bisa juga bisa dikatakan, janji itu sudah terwujud pada masa Nabi Musa, yaitu tatkala Bani Israil memasuki tanah suci dengan dipimpin oleh Nabi Yusya bin Nun, kemudian menempatinya pada masa Nabi Dawud dan Sulaiman. Sebuah masa ketika Allah menganugerahkan kepada mereka keutamaan atas manusia seluruhnya. Namun, ketika mereka kufur kepada Allah dan melakukan kerusakan di bumi, maka kemurkaan Allah pun berlaku pada mereka, dan terjadilah bencana menimpa mereka.
[6]. Janji Allah memiliki syarat, yaitu iman dan amalan shalih, sebagaimana juga termuat dalam Taurat. Sedangkan mereka telah berbuat kufur dan murtad, beribadah kepada selain Allah. Oleh karena itu, musibah, bencana dan kemurkaan dari Allah ditimpakan kepada mereka. Dan semua ini termuat dalam kitab-kitab suci mereka. Bahkan dalam kitab mereka, terdapat keterangan yang melarang memasuki Baitul Maqdis, lantaran kekufuran, kesesatan dan kemaksiatan mereka.
Dengan pengingkaran ini, maka janji tersebut tidak terwujudkan. Sebaliknya, siksa dan bencanalah yang mereka dapatkan. Bumi ini milik Allah, diwariskan kepada hamba-hambaNya yang menegakkan agama dan mengikuti ajaran-ajaranNya, bukan diwariskan kepada orang-orang yang melakukan kerusakan di bumi. Allah berfirman.
قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللّهِ وَاصْبِرُواْ إِنَّ الأَرْضَ لِلّهِ يُورِثُهَا مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ
“Musa berkata kepada kaumnya : “Mohonlah pertolongan kepada Allah dan bersabarlah. Sesungguhnya bumi (ini) kepunyaan Allah ; dipusakakanNya kepada siapa saja yang dikehendakiNya dari hamba-hambaNya. Dan kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa” [Al-A’raf : 128]
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shalih, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik” [An-Nur : 55]
Menjelaskan ayat ini Ibnu Katsir berkata.
Ini janji dari Allah bagi RasulNya, akan menjadikan umatnya sebagai pewaris bumi. Maksudnya, tokoh-tokoh panutan dan penguasa mereka. Negeri-negeri menjadi baik dengan mereka, dan orang-orang tunduk kepada mereka… Allah Subhanahu wa Ta’la telah mewujudkannya walillahilhamdu walminnah. Nabi tidaklah wafat, melainkan Allah telah membuka penaklukkan Mekah, Khaibar, seluruh Jazirah Arab, wilayah Yaman seluruhnya. Memberlakukan jizyah kepada Majusi dari daerah Hajr, dan sebagian wilayah Syam
Kemudian, ketika beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Bakar mengirimkan pasukan Islam ke Persia di bawah komando Khalid bin Al-Walid dan berhasil menaklukkan sebagian wilayahnya. Juga mengirim pasukan lain pimpinan Abu Ubaidah menuju Syam.
Allah juga memberikan karunia kepada kaum Muslimin. Yaitu mengilhamkan kepada Abu Bakar untuk memilih Umar Al-Faruq untuk menggantikan kedudukannya. Dan Umar pun melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya. Pada masa kekuasannya, seluruh wilayah Syam berhasil dikuasai. [14]
Kaum Muslimin, mereka itulah yang dimaksud dengan ayat-ayat tersebut. Bila membenarkan janji yang mereka ikat dengan Allah, kembali kepada Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, berpegang teguh dengan Islam secara sempurna, baik individu, keluarga, masyarakat atau negara, maka sungguh janji Allah benar adanya. Dan siapakah yang berhak atas tanah yang penuh berkah itu? Tidak lain adaka kaum Muslimin.
Maraji.
- Dirasatun Fil Ad-yan Al-Yahudiyah wan Nashraniyah, Dr Su’ud bin Abdil Aziz Al-Khalaf, Penerbit Adhwa-us Salaf, Cetakan I, Th 1422H/2003M
- Mujaz Tarikhil Yahudi war-Raddi Ala Ba’dhi Maza’imil Bathilah, Dr Mahmud bin Abdir Rahman Qadah, Majalah Jami’ah Islamiyah, Edisi 107, Th 29, 1418-1419H
- Shahih Qashashil Anbiya, karya Ibnu Katsir, Abu Usamah Salim bin Id Al-Hilali, Maktabah Al-Furqan, Cetakan I Th, 1422H
- Tafsir Al-Qur’anil Azhim, Abu Fida Ismail Ibnu Umar Ibnu Katsir, Darul Kutub Al-Ilmiyah, Cetakan II, Th.1422H
[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi Khusus 07-08/Tahun X/1427H/2006M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183. telp. 0271-5891016]
Artikel Almanhaj.Or.Id
_________
Footnotes
[1]. Barakatu Ardhisy-Syam, Dr Abu Anas Muhammad bin Musa Alu Nashr, Majalah Manarusy-Syam, edisi Jumadal Ula 1425H.
[2]. Lihat Surat Yusuf ayat 100
[3]. Kisah tersebut termuat dalam Surat Yusuf.
[4]. Lihat Surat Al-A’raaf ayat 133
[5]. Lihat Surat Asy-Syu’ara ayat 52-66
[6]. Dari Ibnu Abbas, ia berkata : “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, saat kaum Yahudi berpuasa hari Asyura. Beliau bersabda. Hari apakah ini yang kalian berpuasa padanya? Mereka menjawab : Ini hari kemenangan Musa atas Fir’aun. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat : Kalian lebih pantas menghormati Musa daripada mereka, maka berpuasalah” [HR Al-Bukhari dan Muslim. Dinukil dari Shahih Qashashil Anbiyaa, halaman 310]
[7]. Dirasatun Fil Adyan Al-Yahudiyah wa Nashraniyah, halaman 49
[8]. Mujaz Tarikhil Yahudi, Majalah Al-Jami’ah Al-Islamiyah, halaman 248
[9]. Nabi Yusya bin Nun Alalihissalam dalah salah seorang dari Nabi yang diutus kepada Bani Israil. Dalil yang menunjukkan kenabiannya, yaitu hadits dari Abu Hurairah, bahwasanya Nabi bersabda : “Matahari tidak pernah tertunda perjalanannya karena seseorang, kecuali bagi Yusya bin Nun, (ketika) pada malam hari ia menuju Baitul Maqdis: [HR Ahmad 2/325].
Ibnu Katsir berkata : Sanadnya sesuai dengan syarat Al-Bukhari. Lihat Al-Bidayah, 1/333. Dan hadits ini dishahihkan oleh Al-Hafizh dalam Al-Fath, 2/221. Di tempat lain, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda : Ada seorang nabi dari kalangan para nabi yang berperang, (ia) berkata kepada kaumnya … kemudian ia berkata kepada matahari, ‘Sesungguhnya engkau diperintah, dan aku pun juga diperintah, Ya Allah, hentikanlah ia, maka matahari itu pun berhenti, sampai akhirnya Allah membuka kota tersebut lantaran mereka” [HR Al-Bukhari, Lihat Al-Fath 6/220]
[10]. Dirasatun Fil Adyan, halaman 53
[11]. Lihat surat Al-A’raaf ayat 167
[12] Dirasatun Fil Ad-yan, halaman 66-67
[13]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/75
[14]. Tafsir Al-Qur’anil Azhim, 3/304 secara ringkas

Friday 9 November 2012

Menjadi Orang Bahagia

Oleh : Dedy_eNHa




Setiap orang ingin bahagia dalam hidupnya dan selalu mencarinya. Namun, tidak semua orang mengetahui apa yang dapat membuat ia bahagia. Bisa jadi orang yang korupsi menyangka bahwa dengan banyak uang ia akan bahagia. Padahal ia salah. la tidak tahu bagaimana caranya bahagia.
Begitu pun orang yang datang ke pengajian. Ia mencari kebahagian dengan datang ke majelis ta'lim karena menganggap bahwa dengan ilmu dan dzikir, ia akan bahagia. Jadi, beragam cara yang dilakukan orang untuk bahagia.

Dunia, berikut isinya didesain Allah untuk membahagiakan kita. Kalau dirumuskan, orang yang paling bahagia sama dengan orang yang paling kokoh imannya. Orang yang belum yakin kepada Allah, akan berat hidupnya. Jadi, bahagia berbanding lurus dengan kekuatan iman. Sebagaimana yang pernah disabdakan Rasulullah, bahwa orang yang beriman adalah makhluk ajaib. Ia tidak pernah rugi. Jika mendapat kesenangan, bersyukur. Jika mendapat musibah, bersabar.
Demikian pula makin kokoh imannya, akan semakin bagus pula akhlaknya. la tidak akan sembarangan berperilaku, tidak serampangan bertindak. Iman yang kuat akan melahirkan akhlak yang baik, begitu juga prestasi terbaik.

Pupuk iman adalah ilmu. Dan ilmu akan semakin berkah jika diamalkan. Apalagi jika diamalkan dengan ikhlas, itulah rumus menjadi bahagia. Janji Allah kepada orang seperti ini adalah ia akan diberikan jalan keluar, dan dicukupi kebutuhannya dari jalan yang tidak disangka-sangka.

Satu lagi ciri orang yang bahagia adalah tingkat tawakalnya yang luar biasa kepada Allah. Semakin kuat tawakal akan keyakinan seseorang, tentu Allah semakin mudah menolongnya. Jadi, untuk menjadi orang yang bahagia, kita harus berani introspeksi
diri. Sejauh mana kita gigih mencari ilmu. Sejauh mana pula kita mengamalkan setiap ilmu yang kita dapatkan. Dan, sejauh mana tingkat keikhlasan dan tawakal kita kepada Allah.

Thursday 8 November 2012

MAKALAH TUJUAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM


TUJUAN KURIKULUM PENDIDIKAN ISLAM
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok
Mata kuliah  Filsafat Pendidikan Islam
Dosen Pengampu : Suyatno, M.Pd.I,



Disusun oleh:
1.      Dedy Nurhidayat (10410061)



FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Kurikulum dalam dunia pendidikan bukan hal yang asing lagi, pendidikan tidak pernah bisa terlepas dengan yang namanya kurikulum. Tanpa adanya kurikulum pendidikan tidak akan berjalan, karena kurikulum adalah hal yang sangat dan merupakan program untuk mencapai tujuan. Karena pentingnya kurikulum dalam pendidikan kurikulum menjadi sentral dalam seluruh proses pendidikan.
Begitu halnya dalam pendidikan islam kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan. Mengenai tujuan kurikulum dalam pendidikan islam dalam makalah ini akan mengulas bagaimana sebenarnya tujuan dari kurikulum pendidikan islam yang ada. Berbicara mengenai kurikulum pemdidikan Islam banyak hal yang akan dibahas di dalamnya sebagai pelengkap diantaranya pembahasan mengenai apa konsep kurikulum pendidikan Islam yang bisa digali dari beberapa aspek, pembahasan mengenai ciri kurikulum pendidikan islam, prinsip dan tujuan yang hendak dicapai dalam kurikulum pendidikan islam. Kesemuanya itu dikemas dan berhubungan satu sama lain demi terlaksananya kurikulum pendidikan Islam. Oleh karena pentignya hal tersebut, pembahasan makalah ini menyinggung masalah seputar kurikulum pendidikan Islam.
B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimana konsep kurikulum pada pendidikan islam?
2.      Apa saja yang menjadi ciri-ciri umum kurikulum pendidikan islam?
3.      Apa prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pada pendidikan islam?
4.      Apa tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum pendidikan islam?

C.     Tujuan Peenulisan
1.      Mengetahui konsep kurikulum pada pendidikan islam.
2.      Mengetahui ciri-ciri umum kurikulum pendidikan islam.
3.      Mengetahui prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pada pendidikan islam.
4.      Mengetahui tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh kurikulum pendidikan islam.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Konsep Kurikulum pada Pendidikan Islam.
Esensi kurikulum adalah program. Kurikulum ialah program dalam mencapai tujuan pendidikan. Pada umumnya isi kurikulum ialah nama-nama mata pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan. Tetapi sebenarnya kurikulum tidak harus berupa nama mata pelajaran, dapat saja berupa nama kegiatan. Jika kurikulum berorientasi kompetensi maka kamu akan menerima kurikulum yang isinya daftar kompetensi serta indikatornya. Sekalipun isinya bermacam-macam namun isi kurikulum tetap saja berupa program dalam mencapai tujuan pendidikan.[1] Kurikulum dalam bahasa arab “manhaj” yaitu jalan yang terang, ataujalan terang yang dilalui oleh manusia pada berbagai bidang kehidupannya, maksudnya yakni jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilathnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka.
Kurikulum dalam pengertian sempit itu terbatas pada maklumat-maklumat dan pengetauan-pengetahuan yang dikemukakan oleh guru atau sekolahatau institusi pendidikan lain dalam bentuk mata pelajaran yang terbatas atau dalam bentuk kitab-kitab sekolah tradisioal tertentu dari berbagai buku peninggalan, lama-lama dikaji oleh murid dalam tiap tahun pada pendidikannya. Kurikulum pada sebagian besar dunia Islam pada periode terakhir dalam sejarahnya sebelum berkenalan dengan konsep pendidikan modern, terdiri dari beberapa buku tradisional, pada tiap cabang ilmu atau seni yang ingin dikaji, yang bertahap-tahap derajat kesulitannya dan luasnya sesuai tahap pelajaran murid-murid.
Kurikulum juga dapat diartikan sesuai dengan fungsinya sebagai berikut:
1.      Kurikulum sebagai program studi, yakni kurikulum sebagai seperangkat mata pelajaran yang mampu dipelajari anak didik di sekolah atau di lembaga pendidikan yang lain.
2.      Kurikulum sebagai konten, yakni data atau informasi  yang tertera dalam buku-buku kelas tanpa dilengkapi dengan data atau informasi lain yang memungkinkan timbulnya belajar.
3.      Kurikulum sebagai kegiatan berencana, yakni kegiatan yang direncanakan secara sistematis untuk mencapi tujuan yang diinginkan.
4.      Kurikulum sebagai hasil belajar , yakni seperangkat tujuan yang utuh untuk memperoleh suatu hasil tertentu tanpa memsfesifikasi cara-cara yang digunakan untuk memperoleh hasil belajar yang telah direncanakan dan diinginkan.
5.      Kurikulum sebagai reproduksi cultural, yakni transfer dan refleksi butir-butir kebudayaan masyarakat, agar dimiliki dan dipahami anak-anak generasi muda asyarakat tersebut.
6.      Kurikulum sebagai pengalaman belajar, yakni keseluruhan pengalaman belajar yang direcanakan di bawah pimpinan penyelenggara pendidikan.
7.      Kurikulum sebagai produksi, yakni seperangkat tugas yang harus dilkukan untuk mencapai hasil yang telah ditetapkan terlebih dahulu. [2]
Kurikulum adalah termasuk aspek-aspek utama dalam proses pendidikan yang mendapat kecaman keras dan ditunjukkan cacat cela dan aspek-aspek kekurangannya dan ingin dikembangkan, diperbaiki dan dirubah konsepnya.
Konsep kurikulum meliputi semua pengalaman, aktivitas-aktivitas suasana dan pengaruh-pengaruh yang diberikan kepada murid-murid atau mereka mengerjakan atau mereka menjumpai alam sekolah dan dibawah kelolaan sekolah. Kurikulum bukan hanya meliputi matapelajaran dan pengalaman-pengalaman yang tersusun yang berlaku dalam kelas, tetapi meliputi semua kegiatan kebudayaan, kesenian, olahraga dan sosial yang dikerjakan oleh murid-murid di luar jadwal waktu dan di luar kelas dalam dan dibawah kelolaan sekolah.[3]
 Kecaman-kecaman yang dilontarkan kepada kurikulum tradisional mungkin sesuai dengan kurikulum pengajaran di dunia Islam pada zaman-zaman terakhir sebelum permulaan masa kebangkitan modern, yaitu zaman dunia Islam ditimpa oleh keterbelakangan dan kelemahan dalam segala bidang ilmiah, budaya, ekonomi dan politik, tetapi tidak seorangpun dapat menyatakan bahwa kecaman-kecaman itu dapat diterapkan kepada kurikulum pengajaran dalam dunia Islam dalam zaman keemasannya yang pertama: zaman kekuatannya dari segi politik dan kemajuan ilmiah dan budaya. Sebab kurikulum pengajaran pada masa itu lebih maju daripada zamannya, menyeluruh pada kandungannya, meluas pada sifat-sifatya, menghimpun antara ilmu-ilmu akal, antara kajian teoritis dan pelaksanaanya yang praktis, dan mengakui kegiatan luar yang berlaku di luar kelas.

B.     Ciri-Ciri Umum Kurikulum Pendidikan Islam
Diantara cirri-ciri umum pendidikan Islam yakni:
1.      Menonjolnya tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungan-kandungan, metode-metode, alat-alat dan tekniknya bercorak agama. Segala yang diajarkan dan diamalkan dalam lingkungan agama dan akhlak dan berdasar pada Al-Qur’an, sunnah, dan peninggalan orang-orang terdahulu yang saleh. Dan dimaksudkan untuk mencapai tujuan-tujuan agama dan akhlak atau tujuan-tujuan kemanfaatan yang tidak bertentangan dengan agama dan akahlak.
2.      Meluasnya perhatiannya dan menyeluruhnya kandungan-kandunganya. Kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran, dan ajaran-ajarannya adalah kurikulum yang luas dan menyeluruh dalam perhatian dan kandungannya serta luas dalam perhatiannya.
3.      Ciri-ciri keseimbangan yang relatif diantara  kandungan-kandungan kurikulum dari ilmu-ilmu dan seni, atau kepastian-kepastian, pengalaman-pengalaman dan kegiatan-kegiatan pengajaran yang bermacam-macam. Kurikulum dalam pendidikan Islam, sebagaimana ia terkenal dengan menyeluruhny perhatian dan kandungannya, juga menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh, lengkap-melengkapi, dan berimbang antara orang dan masyarakat, juga menaruh perhatian pada segala ilmu-ilmu, seni, kegiatan-kegiatan pendidikan yang berguna dalam bentuk perseimbangan yang wajar yang menjaga agar setiap ilmu, bentuk perseimbangan yang wajar yang menjaga agar setiap ilmu, seni dan kegiatan itu mendapat perhatian, pemeliharaan dan penjagaan yang patut dipunyainya, yaitu sesuai dengan manfaat yang dapat diberinya kepada pribadi dan masyarakat.
4.      Kecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, bahasa-bahasa asing, sekalipun atas dasar perseorangan dan juga bagi mereka yang memiliki kesediaan dan bakat bagi perkara-perkara ini dan mempunyai keinginan untuk mempelajari dan melatih diri dengan perkara itu. Ciri ini tidak membawa perkara baru, hanya menguatkan dua ciri yang lalu yaitu cirri menyeluruh dan keseimbangan pada kandungan kurikulum tidak terbatas pada ilmu-ilmu yang teoritis, baik yang bersifat naqli atau aqli, tetapi melebihi ilmu-ilmu teoritis ini sampai pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, ilmu-ilmu teknik dan latihan kejuruan dalam segala pekerjaan, pertukangan dan bahasa-bahasa asing, dan hal lai yang dianggap kurikulum modern sebagai kandungannya.
5.      Perkaitan antara kurikulum dalam pendidikn islam dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseoranga diantara mereka. Juga kaitan dengan alam sekitar budaya dan sosial dimana kurikulum itu dilaksanakan.

C.     Prinsip-Prinsip Umum yang Menjadi Dasar Kurikulum pada Pendidikan Islam
Dalam kurikulum pendidikan terdapat prinsip-prinsip umum  yang menjadi dasar kurikulum pendidikan islam, diantara prinsip-prinsip umum tersebut antara lain:
a.       Prinsip Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya
Setiap yang berkaitan dengan kurikulum, termasuk falsafah, tujuan- tujuan, kandungan-kandungan, metode mengajar,cara-cara perlakuan, dan hubungan yang berlaku dalam lembaga-lembaga pendidikan harus mendasar pada agama dan akhlak islam, harus terisi dengan jiwa agama islam, keutaman-keutaman , cita-citanya yang tinggi dan bertujuan untuk membina pribadi yang mukmin, kemauan yang baik, dan hati nurani yang selalu waspada.
b.      Prinsip menyeluruh (Universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
Kalau tujuan-tujuan harus meliputi segala aspek pribadi pelajar maka kandungan-kandungannya harus meliputi juga segala  yang berguna untuk membina pribadi pelajar yang berpadu dan membina akidah, akal dan jasmaninya. Begitu juga yang bermanfaat pada masyarakat.
c.       Keseimbangan yang relative antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
Kalau ia memberi perhatian besar pada perkembangan aspek spiritual dan ilmu-ilmu syariat, tidaklah ia membolehkan aspek spiritual  itu melampaui aspek-aspek penting lain dalam kehidupan, dan juga tidak boleh  ilmu-ilmu syariat melampaui ilmu-ilmu-seni, dan kegiatan-kegiatan lain yang tak dapat diadakan untuk individu dan masyarakat.
d.      Prinsip Perkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu  juga dengan  alam sekitar fisik  dan social dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi  untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan, kemahiran, pengalaman, dan sikapnya.
e.       Pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara pelajar-pelajar dalam bakat-bakat, minat, kemampuan-kemampuan, kebutuhan-kebutuhan, dan masalah-masalahnya, dan juga memelihara perbedaan-perbedaan dan kelainan-kelainan diantara alam sekitar dan masyarakat. Kerana dengan pemeliharaan dapat menambahakan kesesuaian dengan kurikulum dengan kebutuhan-kebutuhan pelajar dan masyarakat dan menambahkan fungsi dan gunanya.
f.       Prinsip perkembangan dan perubahan.
Islam yang menjadi smber pengambilan falsafah, prinsip-prinsip, dasar-dasar kurikulum. Islam menggalakan perkembangan yang membangun dan berguna, perubahan yang progresif dan bermanfaat dan membolehkan sifat menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan yang berlaku dalam kehidupan.
g.      Prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman-pengalaman dan aktiviti yang terkandung dalam kurikulum.[4]

D.    Tujuan-Tujuan yang Ingin Dicapai Oleh Kurikulum Pendidikan Islam
Tujuan-Tujuan Kurikulum Pendidikan Islam
a.       Pembinaan individu atau warganegara yang beriman kepada Rukun Iman
b.      Pembinaan pribadi muslim yang berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama dan berakhlak yang mulia.
c.       Pembiaan warganegara yang sehat, dan kuat.
d.      Pembinan pribadi yang berimbang pada motivasi dan keinginan-keinginan yang sesuai dengan diri dan dengan orang lain.
e.       Pembinaan warganegara yang dipersenjatai dengan ilmu dan pengetahuan
f.       Menciptakan warganegara yang terdidik pada perasaan seni dan sanggup menikmatinya, menghargai dan merasakan keindahan dalam berbagai bentuk dan macamnya.
g.      Membentuk warganegara yang memiliki kemampuan social, ekonomi dan politik
h.      Memperkokoh kehidupan agama
i.        Meneguhkan bahas arab yang tulen dan menjaganya dari factor-fatktor yang menghancurkan
j.        Pembinaan masyarakat islam yang mulia
k.      Pembinaan masyarakat yang kuat dan maju dari segi ekonomi
l.        Turut serta melaksanakan perdamaian dunia berdasar pada kebenaran, keadilan, toleransi, saling mengerti, kerjasama, dan saling hormat menghormati.

















BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum yakni jalan terang yang dilalui oleh pendidik atau guru latih dengan orang-orang yang dididik atau dilathnya untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. Pada umumnya isi kurikulum ialah nama-nama mata pelajaran beserta silabinya atau pokok bahasan. Tetapi sebenarnya kurikulum tidak harus berupa nama mata pelajaran, dapat saja berupa nama kegiatan.
Ciri-Ciri Umum Kurikulum Pendidikan Islam diantaranya menonjolnya tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan-tujuannya dan kandungannya; meluasnya perhatiannya dan menyeluruhnya kandungan-kandunganya; menaruh perhatian untuk mencapai perkembangan yang menyeluruh; melebihi ilmu-ilmu teoritis ini sampai pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, ilmu-ilmu teknik dan latihan kejuruan dalam segala pekerjaan, pertukangan dan bahasa-bahasa asing, dan hal lai yang dianggap kurikulum modern sebagai kandungannya, berkaitan dengan kesediaan-kesediaan pelajar-pelajar dan minat, kemampuan, kebutuhan dan perbedaan-perbedaan perseoranga diantara mereka dan dengan alam sekitar budaya dan sosial.
Prinsip kurikulum pendidikan islam: Prinsip pertautan yang sempurna dengan agama, prinsip perkaitan dengan bakat, minat, kemampuan-kemampuan, dan kebutuhan pelajar, begitu  juga dengan  alam sekitar fisik  dan social dimana pelajar itu hidup dan berinteraksi  untuk memperoleh pengetahuan-pengetahuan, kemahiran, pengalaman, dan sikapnya, pemeliharaan perbedaan-perbedaan individual diantara pelajar-pelajar dalam bakat-bakat, minat, kemampuan-kemampuan, kebutuhan-kebutuhan, dan masalah-masalahnya, dan juga memelihara perbedaan-perbedaan dan kelainan-kelainan diantara alam sekitar dan masyarakat, prinsip perkembangan dan perubahan, prinsip pertautan antara mata pelajaran, pengalaman-pengalaman-pengalaman dan aktiviti yang terkandung dalam kurikulum.
Tujuan-Tujuan Kurikulum Pendidikan Islam seperti pembinaan individu atau warganegara yang beriman kepada Rukun Iman, pembinaan pribadi muslim yang berpegang teguh pada ajaran-ajaran agama dan berakhlak yang mulia, pembiaan warganegara yang sehat, dan kuat dll.

DAFTAR PUSTAKA

Tafsir; Ahmad, 2006,Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya,
Al-Syaibani, Omar Mohammad Al-Toumy, 1979,Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta:Bulan Bintang.
Aziz, Abd, 2009, Filsafat Pendidikan Islam: sebuah gagasan membangun pendidikan islam,Yogyakarta:Sukses Ofset



[1]  Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), halm.99
[2] Abd Aziz, Filsafat Pendidikan Islam: sebuah gagasan membangun pendidikan islam,(Yogyakarta:Sukses Ofset,2009)halm.162-163
[3] Omar Mohammad Al-Toumy Al-Syaibani, Falsafah Pendidikan Islam, ( Jakarta:Bulan Bintang, 1979), halm.484
[4]  Ibid, halm. 519-522