PENDIDIKAN SEBAGAI
KAPITAL
Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sosiologi Pendidikan
Dosen Pengampu : Drs. Nur Hamidi, M.A
Disusun Oleh :
Hani Septianasari (10410054)
Befika Fitriya Dewi (10410058)
Dedi Nur Hidayat (10410061)
Za’im Ghufran (10410063)
Shubhi Rosyad (10410064)
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
YOGYAKARTA
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam Era Globalisasi saat sekarang ini, kita dapat
melihat sekaligus merasakan semangkin ketatnya persaingan untuk
mendapatkan pekerjaan. hal ini di perburuk dengan keadaan alam yang terasa
sudah tidak menyediakan kebutuhan-kebutuhan yang di perlukan oleh manusia pada
khususnya. Oleh karena itu, manusia sebagai makhluk yang memiliki kecerdasan
yang dapat mengolah Sumber Daya Alam (SDA) yang ada sebagai nilai guna yang
lebih. Tidak hanya pada pengolahan alam, namun terlebih lagi pada syarat-syarat
atribut yang di gunakan untuk kualifikasi dalam bidang sektor-sektor pekerjaan
yang ada. Tolak ukur yang pertama dalam kualifikasi pekerjaan adalah
pendidikan. Oleh sebab itu, semangkin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semangkin besar peluang untuk mendapat pekerjaan yang layak dan baik itulah
jawaban umum di era global saat ini. Dalam perkembangan nya dahulu, Pendidikan
dalam pandangan tradisional selama sekian dekade dipahami sebagai bentuk
pelayanan sosial yang harus diberikan kepada masyarakat, dalam konteks ini
pelayanan pendidikan sebagai bagian dari public service atau jasa layanan umum
dari Negara kepada masyarakat yang tidak memberikan dampak langsung bagi
perekonomian masyarakat, sehingga pembangunan pendidikan tidak menarik untuk
menjadi tema perhatian, kedudukannya tidak mendapat perhatian menarik dalam
gerak langkah pembangunan.
Opini yang berkembang justru pembangunan sektor
pendidikan hanyalah sektor yang bersifat memakan anggaran tanpa jelas
manfaatnya (terutama secara ekonomi). Pandangan demikian membawa orang pada
keraguan bahkan ketidakpercayaan terhadap pembangunan sektor pendidikan sebagai
pondasi bagi kemajuan pembangunan disegala sektor. Ketidakyakinan ini misalnya
terwujud dalam kecilnya komitmen anggaran untuk sektor pendidikan. Mengalokasikan
anggaran untuk sektor pendidikan dianggap buang-buang uang yang tidak
bermanfaat. Akibatnya alokasi anggaran sektor pendidikan pun biasanya sisa
setelah yang lain terlebih dahulu. Cara pandang seperti itu sekarang sudah
mulai tergusur sejalan dengan ditemukannya pemikiran dan bukti ilmiah akan
peran dan fungsi vital pendidikan dalam memahami dan memposisikan manusia
sebagai kekuatan utama sekaligus prasyarat bagi kemajuan pembangunan dalam
berbagai sektor.
Konsep pendidikan sebagai sebuah investasi dalam
bentuk Human Capital (Modal Manusia) telah berkambang secara pesat dan semakin
diyakini oleh setiap Negara bahwa pembangunan sektor pendidikan untuk
meningkatkan modal manusia merupakan prasyarat kunci bagi pertumbuhan
sektor-sektor pembangunan lainnya.
- Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat di rumuskan suatu masalah yakni:
- Apa yang di maksud dengan Human Capital (Modal Manusia)?
- Bagaimana perkembangan teori-teori Human capital?
- Mengapa pendidikan sebagai Human Capital ?
- Bagaimana perkembangan pendidikan sebagai Human Capital ?
- Bagaimana pengelolaan pendidikan sebagai Human Capital di indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kapital
Secara etimologis, kapital berasal dari kata “capital” yang akar
katanya dari kata latin, caput berarti “kepala”. Adapun artinya dipahami
adalah dana, persediaan barang, sejumlah uang dan bungan uang pinjaman.[1] Kapital
didalam kamus ilmiah adalah utama atau inti (seperti kata capital city yang berarti kota yang utama).
Kapital dalam pengertian ekonomi sering diidentikkan dengan modal.[2] Akan tetapi “capital” tidak diterjemahkan sebagai modal seperti
lazimnya diartikan banyak orang. Alasan tersebut dikemukakan oleh Lawang
(2003:3) dalam bukunya Kapital Sosial: dalam Perspektif Sosiologik Suatu
Pengantar.
Alasan yang pertama, capital (inggris) memang berarti modal,
boleh dalam bentuk yang biasanya digunakan untuk berbelanja barang kapital
fisik yang memungkinkan investasi dapat berjalan. Dalam pengertian ini
tampaknya tidak ada keberatan berarti yang menyangkut pengertian kapital. Kedua,
dalam bahasa Indonesia orang sering menggunakan istilah “modal dengkul” artinya
tidak ada uang untuk dijadikan modal bagi belanja barang kapital fisik, kecuali
tenaga orang itu sendiri (tenaga fisik). Tenaga fisik tidak bisa dipisahkan
dengan keterampilan, karena keterampilan hanya dapat diwujudkan menggunakan
tenaga fisik dalam ukuran penggunaan kalori besar/ kecil. Tetapi tidak semua
penggunaan tenaga fisik digabungkan dengan keterampilan. Jalan kaki membutuhkan
tenaga fisik, akan tetapi bukanlah suatu keterampilan sebagai bentuk kapital
manusia. Alasan itulah maka konsep kapital tidak diterjemahkan sebagai modal. Ketiga,
tmerupakan alasan penulis sendiri,
konsep kapital berkait dengan suatu investasi. Oleh karena itu, kapital
berhubungan dengan suatu prose yang cukup panjang yang tidak dapat langsung
digunakan seperti halnya “dengkul” yang ada di depan mata dan siap digunakan.
B. Pendidikan Sebagai Kapital Manusia
Konsep capital manusia diperkenalkan oleh
Theodore w. Schultz lewat pidatonya yang berjudul “ Investment in human capital”
dihadapan kepada para ekonom Amerika pada
tahun 1960. Sebelumnya para ekonom hanya mengenal capital fisik berupa
alat-alat,mesin dan perlatan produktif lainnya yang diperkirakan memberikan kontribusi
kepada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.[3]
Gagasan
tersebut mengandung makna
bahwa proses perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui pendidikan bukan
sekedar sebagai suatu kegiatan konsumtif, melainkan suatu bentuk investasi
sumber daya manusia. Pendidikan, sebagai suatu sarana pengembangan kualitas
manusia, memiliki kontribusi langsung terhadap pertumbuhan pendapatan negara
melalui peningkatan keterampilan dan kemampuan produksi tenaga kerja.
Dari gagasan tersebut, mulai berkembang berbagai batasan
pengertian tentang kapital manusia. Ace Suryadi (1999: 52) dalam bukunya Pendidikan,
Investasi SDM, dan Pembangunan mengemukakan bahwa kapital manusia menunjuk
pada tenaga kerja yang merupakan pemegang kapital sebagaimana tercermin di
dalam keterampilan, pengetahuan, dan produktivitas kerja seseorang.
Elinor Ostrom (2000: 175) melihat kapital manusia sebagai
pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh seseorang yang diperlukan untuk
melakukan suatu kegiatan. Sementara Robert M. Z Lawang (2004:10) merumuskan
kapital manusia sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang melalui pendidikan,
pelatihan dan/ atau pengalaman dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang
perlu untuk melakukan kegiatan tertentu.[4]
Capital
manusia diciptakan dengan mengubah manusia dengan memberikan mereka
keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan cara-cara
baru. Capital fisik berwujud, ia diwujudkan dalam bentuk materi yang jelas.
Adapun capital manusia tidak berwujud, diwujudkan dalam keterampilan dan
pengetahuan yang dipelajari individu. Capital fisik memudahkan aktivitas
produktif, begitu juga capital manusia
Alasan mengapa pendidikan
sebagai kapital manusia karena Pendidikan merupakan investasi yang paling
penting dalam modal manusia untuk menjawab tantangan global pada saat ini. Oleh
karena itu keahlian dan kecakapan seseorang dalam menghadapi persaingan tenaga
kerja sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi dan luasnya pendidikan yang
dimiliki oleh masing-masing individu. Diperlukannya usaha-usaha dan
program-program untuk menciptakan sumber daya manusia yang unggul dan bermutu
tinggi untuk menghadapi persaingan internasional karena dunia kerja sangat
menunutut untuk memperoleh sumber daya manusia yang bervarietas tinggi.
Pengakuan terhadap capital manusia melalui
pendidikan formal diwujudkan dalam bentuk ijazah pendidikan. Sedangkan
pengakuan terhadap capital manusia yang didapat melalui pendidikan nonformal ditunjukkan
oleh penerimaan terhadap serifikat yang dimiliki. Dan pendidikan informal
biasanya tidak melalui ijazah atau sertifikat yang dimiliki, tetapi cenderung
bersifat informal. Dengan kata lain, masyarakat mengakui seseorang memiliki
suatu pengetahuan, keterampilan, kemampuan atau atribut serupa lainnya yang
diperlukan oleh masyarakat seperti kemampuan memijat atau pengobatan alernatif.
C. Pendidikan sebagai Kapital Sosial
Menurut Piere Bourdieu (1986), kapital sosial sebagai sumber daya aktual
dan potensial yang dimiliki oleh seseorang berasal dari jaringan sosial yang
terlembaga serta berlangsung terus-menerus dalam bentuk pengakuan dan
perkenalan timbal balik (dengan kata lain, keanggotaan dalam kelompok sosial)
yang memberikan kepada anggotanya berbagai bentuk dukungan kolektif.
Sementara Robert M.Z lawang (2004) mendefinisikan kapital sosial sebagai
semua kekuatan sosial komunitas yang dikonstruksiikan oleh individu atau
kelompok dengan mengacu pada struktur sosial yang menurut penilaian mereka
dapat mencapai tujuan individual dan/ atau kelompok secara efisien dan efektif
dengan kapital lainnya.
Dari berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kapital sosial
merupakan investasi sosial, yang meliputi sumber daya sosial seperti jaringan,
kepercayaan, nilai, dan norma serta kekuatan menggerakkan dalam struktur
hubungan sosial untuk mencapai tujuan individual dan/ atau kelompok secara
efektif dan efisien dengan kapital lainnya.
Kapital sosial menurut Coleman (1990) memiliki berbagai bentuk yaitu
kewajiban dan harapan, potensi informasi, norma dan sanksi yang efektif,
hubungan otoritas, dan organisasi sosial yang dapat digunakan secara tepat.
Sedangkan menurut Pratikno, dkk (2001) menemukan berdasarkan studi literatur
ada tiga level bentuk kapital sosial, yaitu nilai (terdiri dari simpati, rasa
berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, dan pengakuan timbal balik),
institusi (mencakup keterlibatan umum sebagai warga negara, asosiasi, jaringan),
dan mekanisme (meliputi kerjasama dan sinergi antar kelompok)
Dari dua pendapat diatas, dapat dirumuskan secara sederhana bahwa kapital
sosial adalah investasi sosial dalam stuktur hubungan sosial untuk meraih
tujuan yang diharapkan. Adapun yang dimaksud investasi sosial disini adalah
sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai, dan norma. Jaringan sosial adalah hubungan antar individu yang
memiliki makna subyektif yang berhubungan atau dikaitkan dengan sesuatu berbagai simpul dan ikatan. Zucker
(1986) memberi batasan
kepercayaan sebagai seperangkat harapan yang dimiliki bersama-sama oleh semua
yang berada dalam pertukaran. Sedangkan nilai dipahami sebagai gagasan mengenai
apakah sesuatu pengalaman berarti, berharga, bernilai, dan tidak pantas. Dan
norma sebagai sumber daya social terakhir, dipahami sebagai aturan main bersama
yang menuntun perilaku seseorang. Norma memberikan kita suatu cara dimana kita
mengorientasikan diri kita terhadap orang lain.
Ketika sesorang mengikuti pendidikan formal dan informal, maka dia akan memperoleh segala sumber daya sosial seperti jaringan, kepercayaan, nilai
dan norma. Seiring bertambah banyak kita mengikuti pendidikan formal maupun informal, maka jaringan sosial yang kita dapat juga akan semakin banyak dan luas. Terutama dalam
pendidikan formal, ketika seseorang menyelesaikan studi disuatu sekolah atau
perguruan tinggi, maka ia memperoleh predikat sebagai alumni. Capital sosial yang diolah dari sumber daya jaringan
alumni akan bertambah kuat bila orang tersebut mampu menciptakan suatu derajat
kepercayaan antara dirinya dengan para alumni lainnya. Selain itu, ketika dia masih sebagai
siswa atau mahasiswa, dia juga memperoleh nilai dan norma tertentu. Biasanya nilai dan norma tentang kerja keras,
jujur, santun, dan lainnya yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Bila
kesemua itu dapat dikelola dengan baik, maka capital sosial yang dimiliki akan semakin kuat.
D. Pendidikan sebagai Kapital Budaya
Dari
pendapat beberapa ahli mengenai capital budaya, dapat disimpulkan bahwa capital
budaya merupakan kepemilikan kompetensi atau pengetahuan culture yang menuntun
selera bernilai budaya dan pola-pola konsumsi tertentu, yang dilembagakan dalam
bentuk kualifikasi pendidikan.
Menurut Lawang
(2004:16-18), Bourdieu menjelaskan capital budaya dalam tiga dimensi: yaitu
dimensi manusia yang wujudnya adalah badan, objek dalam bentuk apa saja yang
pernah dihasilkan oleh manusia dan institusional, khususnya menunjuk pada
pendidikan. Dimensi manusia dari capital budaya adalah embodied state
yaitu keadaan yang membadan atau keadaaan yang terwujud dalam badan manusia
atau yang menyatu seluruhnya dengan manusia sebagai satu kesatuan. Sementara
dimensi objek dari capital budaya, dikenal sebagai objectified state
yaitu suatu keadaan yang sudah dibendakan atau dijadikan objek oleh manusia.
Adapaun dimensi institusional dari capital budaya menunjukkan suatu keadaan
dimana benda-benda itu sudah menunjukkan entisitas yang sama sekali terpisah
dan mandiri, yang diperlihatkan dalam system pendidikan. Dengan demikian,
capital budaya menunjuk yang pada keadaan yang berwujud potensial, bagi
seseorang yang diuangkan atau dipertukarkan dengan kapital-kapital lainnya.
Dari pengertian tentang capital
budaya dan penjelasannya tampak jelas bahwa pendidikan memberikan seseorang
modal pengetahuan dan kompetensi yang dibutuhkan untuk membuat pembedaan atau
penafsiran nilai. Pendidikan membentuk kompetensi dan pengetahuan cultural
seseorang. Kompetensi dan pengetahuan cultural tersebut memberikan seseorang
preferensi dalam berpikir,bersikap, bertindak dan berperiaku dalam bahasa.
Nilai-nilai,asumsi-asumsi dan model-model tentang keberhasilan dan
kegagalan,cantik dan jelek, indah dan buruk, sehat dan sakit, sopan dan asalan.
E. Pendidikan sebagai Kapital Simbolik
Dalam pandangan Bourdieu (1977:183), capital
simbolik merupakan suatu bentuk capital ekonomi fisikal yang telah mengalami
transformasi dan karenannya telah tersamarkan, menghasilkan efeknya yang tepat sepanjang, menyembunyikan
fakta bahwa ia tampil dalam bentuk-bentuk capital ‘material’ yang adalah pada
hakikatnya sumber efek-efeknya juga. Pengertian
tersebut memanglah masih sulit dipahami, maka dari itu, mari kita jelaskan
capital simbolik dengan contoh. Katakanlah seseorang yang barusan mendapatkan
undian sebanyak Rp 500 milyar akan masuk kedalam ekonomi atas. Namun orang ini
belum tentu memiliki capital budaya dan simbolik yang tinggi.
Berbeda dengan seseorang yang berasal dari keluarga kaya, melalui sosialisasi atau
reproduksi social, memperoleh jenis pendidikan, gaya, rasa, dan selera
tertentu tentang sesuatu. Pembedaan orang dalam pendidikan, gaya, rasa, dan
selera tertentu tentang sesuatu ( makanan, pakaian, perabotan rumah, music,
drama, sastra, lukisan, film, fotografi, dan preferensi etis lainnya), pada
gilirannya member dampak pada perbedaan orang dalam prestise, status, otoritas,
dan kehormatan social. Dengan kata lain, keterampilan mengatur symbol social
tidak serta merta atau segera diperoleh seseorang ketika dia mendapatkan
capital ekonomi yang tinggi, karena keterampilan ini diperoleh melalui proses
yang panjang melalui pendidikan atau reproduksi social lainnya.
F. Hubungan antara Kapital Manusia, Sosial, Budaya, dan Simbolik dengan
Pendidikan
Pendidikan memiliki peranan penting sebagai
agen sosialisasi terhadap semua capital yang ada(capital manusia,social,budaya,
dan simbolik), selain sebagai agen sosialisasi, pendidikan juga berperan
sebagai agen hegemoni dalam capital budaya dan capital simbolik. Dengan
demikian pendidikan menjadi simpul dari pertemuan semua capital yang ada,
secara ringkas melalui table dibawah ini.
Jenis Kapital
|
Atribut
|
Peranan Pendidikan
|
Manusia
|
Pengetahuan,ketrampilan,kemampuan,dan
stribut serupa lainnya
|
Agen
sosialisasi
|
Sosial
|
Jaringan
alumni,kepercayaan dan kerja sama
|
Agen
sosialisasi
|
Budaya
|
Kompetensi
atau pengetahuan kultural
|
Agen
sosialisasi dan hegemonik
|
Simbolik
|
Kemampuan
mengatur Simbol
|
Agen
sosialisasi dan hegemonik
|
BAB III
KESIMPULAN
Jadi perlu kita sadari bahwa pentingnya peranan pendidikan sebagai Human
Capital karena modal manusia untuk tetap hidup bukan hanya ditentukan oleh
modal yang berupa materi saja akan tetapi pendidikan dibutuhkan untuk jembatan
menuju manusia yang berwawasan luas.berdedikasi tinggi dan mempunyai skill yang
mumpuni untuk menghadapi tantangan global saat ini Dunia usaha pada masa
sekarang ini telah banyak menuntut manusia yang mempunyai skill yang spesifik
untuk turut andil pada peningkatan produksi,oleh karena itu pendidikan dituntut
untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas,berdaya saing
serta menpunyai keahlian dan ketrampilan.
Dalam hal ini Pendidikan bukan hanya Pendidikan formal seperti SD,SLTP.SMA
dan Perguruan Tinggi akan tetapi termasuk Pendidikan latihan seperti Training
Centre, kursus, Balai latihan khusus dll.
James S. Colemen (2008:373), menunjukan bahwa sebagaimana kapital fisik
yang di ciptakan dengan mengubah materi untuk membentuk alat yang memudahkan
produksi, kapital manusia diciptakan dengan mengubah manusia dengan memberikan
mereka keterampilan dan kemampuan yang memampukan mereka bertindak dengan
cara-cara yang baru. Perbedaan kapital fisik dengan kapital manusia dapat kita
lihat dalam wujudnya. Kapital fisik itu berwujud sedangkan kapital manusia
tidak berwujud.
[2] Fransiska, dkk, Pengertian
Capital “Modal”, http://kelompok-capital.blogspot.com/
2009/08/pengertian-capital-modal.html, diakses pada tanggal 20 Oktober 2012
pukul 21.30
ijin kopi mas, lumayan buat tambahan referensi..hehe
ReplyDeletemonggo gan...
ReplyDeleteizin copy mas e,. semoga manfaat.,., hhee UIN Suka mantabs to??
ReplyDeleteijin ngopi ya mas
ReplyDelete